Selamat Datang di Dunia FERDIOLA

menikmati dan menjelajah dunia bersama FerdiolasCorp

Selasa, 09 Februari 2010

Bagian Otak yang Menyebabkan Orang Takut Kehilangan Uang

Selasa, 09/02/2010 18:00 WIB
Nurul Ulfah - detikHealth

img
(Foto: unitedfamiliesinternational)
Pasadana, Peneliti menemukan bagian otak bernama amygdala yang menjadi penyebab kenapa orang takut kehilangan uang. Normalnya, orang akan takut kehilangan uang dan berhati-hati saat bertindak, namun mereka yang amygdala-nya rusak tidak punya rasa takut itu.

Orang bijak mengatakan hidup adalah proses menuju kehilangan. Tapi tetap saja manusia takut dan sangat menjaga apa yang dipunyainya agar tak hilang terutama uang. Peneliti menemukan jawabannya ini semua gara-gara amygdala.

Sebuah studi membuktikan secara ilmiah mengapa ada orang yang takut kehilangan uang tapi ada juga yang tidak. Perbedaan bagian otak yang bernama amygdala adalah penyebabnya. Jika Anda masih punya rasa takut kehilangan uang, artinya bagian amygdala pada otak masih berfungsi dengan normal.

Dalam studinya, peneliti menganalisis otak seseorang yang bermain judi. Hasilnya menunjukkan, orang yang takut kehilangan uang saat bermain judi ternyata memiliki bagian amygdala yang aktif pada bagian otaknya. Amygdala adalah bagian yang berfungsi sebagai pusat pengontrol rasa takut dalam otak.

"Hasil laboratorium dan bukti di lapangan menunjukkan bahwa seseorang cenderung menghindari risiko kehilangan meski sebenarnya mungkin ia akan mendapat sesuatu yang lebih besar jika kehilangan," kata Dr Benedetto De Martino dari the California Institute of Technology, Pasadana seperti seperti dilansir dari ABCNet, Selasa (9/2/2010).

Sebagai contoh, orang akan menghindari judi karena takut kehilangan uang US$ 10 padahal mereka bisa saja mendapatkan untung US$ 15. Tindakan ini menurut Dr Martino disebut dengan 'loss aversion' atau takut kehilangan.

Untuk mengetahui fungsi amygdala pada otak manusia, peneliti menguji dua orang perempuan dengan kondisi genetik langka yang disebut dengan penyakit Urbach-Wiethe. Penyakit itu menyebabkan kerusakan bagian amygdala dan membuat seseorang tidak bisa mengontrol rasa takut atau emosi lainnya.

Peneliti membandingkan kedua perempuan itu dengan 12 partisipan lainnya yang tidak memiliki penyakit tersebut. Studi ini hanya menggunakan sedikit partisipan karena secara etika, tidak etis rasanya melukai dan membongkar isi otak manusia untuk mengetahui apa yang terjadi di dalamnya.

Para partisipan diminta untuk melakukan judi dimana akan ada dua kemungkinan yang dihasilkan. Kemungkinan pertama adalah partisipan akan memenangkan US$ 20 atau kehilangan US$ 5. Kemungkinan kedua adalah partisipan akan memenangkan atau kehilangan US$ 20.

Hasilnya menunjukkan kedua perempuan yang punya penyakit Urbach-Wiethe ternyata memilih pilihan kedua, yaitu mengambil risiko kehilangan yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa bagian amygdala pada otaknya memang tidak berfungsi sehingga ia cenderung tidak takut kehilangan uang.

"Seseorang dengan amygdala normal harusnya bisa lebih berhati-hati dalam bertindak dan punya rasa takut akan kehilangan," kata Ralph Adolphs.

Studi yang dilaporkan dalam the Proceedings of the National Academy of Science ini membantu menjelaskan mengapa ada sebagian orang yang berani mengambil risiko dan ada yang tidak. Jika seseorang tidak punya rasa takut, mungkin bagian amygdala dalam otaknya mengalami kerusakan yang mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau DNA.(fah/ir)

Orang dengan IQ Rendah Banyak Terkena Penyakit Jantung

Rabu, 10/02/2010 09:15 WIB
Nurul Ulfah - detikHealth

img
(Foto: topnews)
London, Perokok adalah orang yang paling berisiko mengalami penyakit jantung. Di urutan kedua, faktor penyebab penyakit jantung ternyata bukan tekanan darah tinggi atau jarang olahraga, tapi justru orang dengan Intelligence Quotient (IQ) rendah.

Peneliti dari Britain's Medical Research Council (MRC) menemukan bahwa nilai inteligensi atau Intelligence Quotient (IQ) yang rendah sangat erat kaitannya dengan penyakit jantung dan kematian, terlepas dari kebiasaan merokok.

Penyakit jantung adalah pembunuh nomor satu pria dan wanita di Eropa, Amerika dan mungkin seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskular menyumbang sekitar 32 persen kematian di seluruh dunia pada tahun 2005.

Hampir semua orang tahu bahwa seseorang dengan pendidikan dan pendapatan rendah biasanya lebih berisiko mengalami berbagai macam penyakit. Keterbatasan akses ke rumah sakit, lingkungan yang buruk dan pola hidup yang buruk adalah pemicunya.

Namun kini studi yang dilakukan MRC ingin membuktikan penyakit apa yang paling banyak menyerang orang ber-IQ rendah. Peneliti menganalisis data 1.145 pria dan wanita selama 20 tahun. Ternyata dari hasil studi tersebut diketahui bahwa orang ber-IQ rendah paling banyak mengalami penyakit jantung.

Menurut David Batty, peneliti dari MRC dan Social and Public Health Science Unit di Glasgow, Skotlandia, ada beberapa faktor yang membuat seseorang dengan IQ rendah punya potensi lebih besar terkena penyakit jantung.

"Orang dengan IQ rendah tidak bisa mengerti atau memahami apa itu risiko merokok, atau apa untungnya mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga dan sebagainya. Mereka tidak tahu untuk apa kebiasaan sehat itu harus diterapkan," kata David seperti dilansir Reuters, Rabu (10/2/2010).

David mengatakan, orang dengan IQ rendah perlu lebih diperhatikan lagi. "Perspektif mereka harus diubah. Melalui beberapa pola pembelajaran awal atau sekolah khusus, ada kemungkinan IQ mereka bisa ditingkatkan lagi," tutur David.

Menurut Ioanna Tzoulaki, dosen epidemiologi dari Imperial College London, kampanye kesehatan masyarakat pun perlu ditingkatkan. "Kampanye perlu difokuskan lagi pada kalangan ber-IQ rendah dengan gaya kampanye yang lebih sederhana dan dimengerti mereka," jelas Tzoulaki.

Dalam the European Journal of Cardiovascular Prevention disebutkan lima urutan faktor penyebab utama penyakit jantung yaitu merokok, IQ rendah, pendapatan rendah, tekanan darah tinggi dan jarang beraktivitas fisik.(fah/ir)

Minum Bir Cegah Osteoporosis?

Selasa, 09/02/2010 13:30 WIB
Nurul Ulfah - detikHealth

img
(Foto: sdsu)
California, Osteoporosis bisa dicegah dengan rajin minum susu, konsumsi makanan tinggi kalsium dan olahraga. Kini, peneliti menyebutkan satu cara lagi untuk mencegah osteoporosis, yaitu minum bir. Benarkah minum bir bisa mencegah osteopororsis?

Kulit ari yang terdapat pada bahan baku bir yaitu barley (gandum) diketahui mengandung mineral yang sangat tinggi, yakni silikon. Silikon inilah yang diduga sebagai pencegah osteoporosis. Kandungan silikon tersebut akan mengalami peningkatan seiring dengan proses pemasakan.

Studi mengenai kandungan silikon dalam bir memang belum banyak dilakukan. Namun Charles Bamforth, profesor teknologi pangan dari the University of California berhasil menemukan hubungan antara kandungan silikon dengan proses mineralisasi tulang.

Dalam Journal of the Science of Food and Agriculture disebutkan bahwa bir mengandung mineral silikon yang memiliki fungsi hampir sama dengan kalsium, yaitu memperlambat proses pengeroposan tulang, memperkuat dan meningkatkan kepadatan tulang serta meningkatkan pembentukan tulang baru.

Minuman bir mengandung sekitar 90 persen air, gula fermentasi (malt) dari biji-bijian maupun butiran padi, gula murni, perasa dari buah (hop) yang memberikan cita rasa sepat dan tajam serta yeast (mikroorganisme) yang berperan memproses gula fermentasi menjadi alkohol dan karbondioksida.

"Bir mengandung silikon tinggi yang berasal dari fermentasi biji gandum dan juga buah hop. Bir ini bisa membuat tulang tetap kuat dan sehat karena akan menyumbang mineral dalam jumlah besar untuk tulang," kata Prof Charles dari Healthday, Selasa (9/2/2010).

Dalam studinya, peneliti melakukan pengujian terhadap 100 bir komersil dan menemukan kandungan silikon yang berbeda-beda dari setiap bir. Jumlah silikon dalam bir bervariasi mulai dari 6,4 hingga 56,5 miligram per liter.

Meski demikian, beberapa orang yang tidak setuju mengonsumsi bir bisa mendapatkan silikon dari sumber lainnya. Selain pada bir, silikon juga banyak ditemukan pada kacang-kacangan dan kentang, hanya kadarnya lebih sedikit.

Bahayakah Kaporit di Dalam Kolam Renang?

Rabu, 10/02/2010 08:15 WIB
Vera Farah Bararah - detikHealth

img
(Foto: co.washington.or.us)
Jakarta, Kolam renang selalu identik dengan bau kaporit, meskipun begitu tetap saja kolam renang menjadi tempat favorit bagi banyak orang. Adakah bahaya dari kaporit yang terdapat di kolam renang?

Penggunaan kaporit bertujuan sebagai desinfektan bisa menjadi potensi bahaya bagi orang lain. Desinfektan berbasis klorin seperti hipoklorit, klorin atau chloroisocyanurates berfungsi untuk menonaktifkan berbagai bakteri patogen yang ada di dalam air.

Tetapi jika senyawa tersebut bercampur dengan bahan organik lain seperti urin dan keringat, maka klorin bisa melepaskan produk campuran yang dapat mengiritasi mata, kulit dan saluran udara atas.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh ilmuwan dari Belgia serta dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics, menunjukkan klorin yang terdapat di dalam kolam renang bisa meningkatkan risiko asma, alergi rhinitis dan demam pada orang yang rentan terhadap alergi.

Para ilmuwan meneliti 847 siswa berusia 13-18 tahun, siswa ini dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok berenang di kolam renang berklorin serta kolam renang yang tidak menggunakan klorin.

Ditemukan anak-anak yang sensitif terhadap alergen lebih memungkinkan terkena asma dan alergi lain jika berenang di kolam yang mengandung klorin. Serta berenang lebih dari 1.000 jam memiliki kemungkinan 14,9 persen lebih tinggi terkena asma dan 3,5 kali lebih besar memiliki alergi rhinitis. Padahal selama bertahun-tahun, kolam renang telah dianjurkan bagi orang yang memiliki asma karena udara yang lembab kurang memungkinkan timbulnya serangan asma.

"Anak-anak yang lebih rentan terhadap alergi bisa memicu timbulnya asma, tapi masih belum jelas apakah hal ini terkait langsung dengan paparan klorin atau tidak," ujar Profesor Guy Marks dari Woolcock Medical Institute, seperti dikutip dari ABCNet, Rabu (10/2/2010).

Marks menuturkan saat ini masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan seperti itu. Tapi anak-anak sebaiknya memilih kolam renang terbuka dan bukan yang berada di dalam ruang (indoor), sehingga mengurangi kemungkinan terkena serangan asma.

Meski didapatkan risiko asma yang terkait dengan penggunaan klorin, tapi kolam renang tetap memerlukan desinfektan untuk menjaga kebersihannya. Memelihara kolam renang dengan bahan organik lain yang berkadar tinggi juga bisa menyebabkan masalah kesehatan terutama ketika suhu air lebih tinggi seperti saat musim panas. Menggunakan desinfektan memang telah terbukti secara signifikan menyebabkan kematian mikroorganisme patogen.

Selama musim panas, kolam renang harus selalu dimonitor kadar klorin dan pH nya untuk mencegah tertularnya berbagai penyakit infeksi melalui air. Namun, terkadang penyakit ini bisa tetap bertahan terutama di kolam renang umum.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam menjaga kolam renang adalah mempertahankan nilai pH dengan benar, melakukan pembersihan filter secara rutin, memastikan sirkulasi air tetap tinggi serta menjaga nilai ambang batas dari klorin dan bahan organik lain.

Untuk mencegah tertularnya berbagai penyakit dari kolam renang sebaiknya membilas diri dengan air dan sabun antiseptik sebelum dan sesudah berenang, jangan berenang jika mengalami diare atau infeksi saluran pencernaan beberapa hari sebelumnya, menggunakan baju renang yang ketat menempel di tubuh, usahakan untuk selalu buang air kecil di toilet dan biasakan cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun.

(ver/ir)

Gaya Hidup di Trimester Pertama Tentukan Ukuran Bayi

Rabu, 10/02/2010 10:15 WIB
Vera Farah Bararah - detikHealth

img
(Foto: quitsmokingbulletin)
Rotterdam, Gaya hidup yang dijalani oleh seorang ibu bisa mempengaruhi kesehatan bayi nantinya. Sebuah penelitian menunjukkan kebiasaan hidup seorang ibu di awal kehamilannya akan berdampak pada seberapa besar ukuran bayinya nanti.

Sebuah studi di Belanda menemukan jika perempuan memiliki kebiasaan buruk seperti merokok, asam folat yang rendah atau tekanan darahnya tinggi pada awal kehamilan, maka ukuran bayi yang dikandungnya akan kecil dan berisiko terjadi komplikasi.

“Penelitian kami menujukkan bahwa beberapa karakteristik fisik dan kebiasaan gaya hidup ibu di trimester pertama bisa mempengaruhi pertumbuhan janin,” ujar Dr Vincent Jaddoe, seorang pediatrik epidemiologi dari Erasmus Medical Center di Rotterdam, Belanda, seperti dikutip dari Healthday, Rabu (10/2/2010).

Dr Jaddoe menuturkan trimester pertama kehamilan merupakan periode kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Karena itu periode ini seringkali dikaitkan dengan kelahiran prematur atau bayi memiliki ukuran tubuh yang kecil.

Pada penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of American Medical Association, peneliti melibatkan 1.631 perempuan yang sejak hamil trimester pertama hingga pertumbuhan anaknya mencapai usia 2 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa faktor-faktor tertentu bisa mempengaruhi kemungkinan bayi lahir dengan ukuran yang kecil. Ibu yang merokok, memiliki tekanan darah tinggi, konsumsi asam folat yang rendah dan jumlah sel-sel darah merah tinggi cenderung memiliki bayi dengan ukuran kecil.

Ukuran bayi yang kecil selama trimester pertama akan berkaitan dengan risiko tinggi komplikasi tertentu seperti kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir rendah. Hal ini bisa mempengaruhi perkembangan plasenta yang nantinya berpengaruh pada kemampuan bayi untuk bertahan hidup dan berkembang.

”Fungsi plasenta yang abnormal akan menimbulkan banyak kerugian. Jika plasenta gagal untuk berkembang secara normal, maka akan berpengaruh dengan kondisi kehamilan nantinya yang berujung pada komplikasi,” ujar Dr Gordon Smith, kepala kebidanan dan ginekologi di University of Cambridge, Inggris.

Selama ini banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya hamil, terkadang hingga usia kehamilannya mencapai 2 bulan. Hal ini berarti ibu sudah melewati masa perkembangan janinnya selama 2 bulan pertama yang termasuk dalam periode penting.

”Janin pada trimester pertama sangat rentan. Bagi perempuan yang memiliki rencana untuk hamil, sebaiknya mulai memperhatikan gaya hidupnya beberapa bulan sebelum kehamilan,” saran Dr Jaddoe.

(ver/ir)
Powered By Blogger